Selamat Datang

Layanan Pengaduan Masyarakat
Inspektorat Kota Makassar
=========================
Kotak Pos : 2222
Telepon : 0411-5067887
S M S : 081 241 289 222
e-mail : inspek.mks@gmail.com, itkomakassar@yahoo.com

Jumat, 01 Mei 2009

STANDAR PELAKSANAAN AUDIT INVESTIGATIF (Bagian II)


PENGUMPULAN DAN PENGUJIAN BUKTI


Auditor investigatif harus mengumpulkan dan menguji bukti untuk mendukung kesimpulan dan temuan audit investigatif.
Pelaksanaan pengumpulan dan evaluasi bukti harus difokuskan pada upaya pengujian hipotesis untuk mengungkapkan:
  1. fakta-fakta dan proses kejadian (modus operandi);
  2. sebab dan dampak penyimpangan;
  3. pihak-pihak yang diduga terlibat/bertanggung jawab atas kerugian keuangan negara/daerah.

Pengumpulan Bukti


Auditor investigatif harus mengumpulkan bukti audit yang cukup, kompeten dan relevan.
Bukti yang dikumpulkan oleh auditor akan digunakan untuk mendukung kesimpulan dan temuan audit.

Tujuan pengumpulan bukti adalah untuk menentukan apakah informasi awal yang diterima dapat diandalkan atau menyesatkan.

Bukti dapat digolongkan menjadi bukti fisik, bukti dokumen, bukti kesaksian, dan bukti analisis.

Bukti fisik
yaitu bukti yang diperoleh dari pengukuran dan perhitungan fisik secara langsung terhadap orang, properti atau kejadian. Bukti fisik dapat berupa berita acara pemeriksaan fisik, foto, gambar, bagan, peta atau contoh fisik.

Bukti dokumen merupakan bukti yang berisi informasi tertulis, seperti surat, kontrak, catatan akuntansi, faktur dan informasi tertulis lainnya.

Bukti kesaksian merupakan bukti yang diperoleh melalui wawancara, kuesioner, atau dengan meminta pernyataan tertulis.

Bukti analisis merupakan bukti yang dikembangkan oleh auditor dari bukti audit lainnya. Bukti analisis ini dapat berupa perbandingan, nisbah, perhitungan dan argumen logis lainnya.



Bukti audit yang cukup berkaitan dengan jumlah bukti yang dapat dijadikan sebagai dasar untuk penarikan suatu kesimpulan audit. Untuk menentukan kecukupan bukti audit, auditor harus menerapkan pertimbangan keahliannya secara profesional dan obyektif. Dalam audit investigatif, bukti audit harus diperoleh dengan tidak menggunakan metode sampling, melainkan harus secara keseluruhan populasi.



Bukti audit disebut kompeten jika bukti tersebut sah dan dapat diandalkan untuk menjamin kesesuaian dengan faktanya. Bukti yang sah adalah bukti yang memenuhi persyaratan hukum dan peraturan perundang-undangan. Bukti yang dapat diandalkan berkaitan dengan sumber dan cara perolehan bukti itu sendiri.


Bukti audit disebut relevan jika bukti tersebut secara logis mendukung atau menguatkan pendapat atau argumen yang berhubungan dengan tujuan dan kesimpulan audit.

Pengumpulan bukti harus dilakukan dengan teknik-teknik tertentu antara lain wawancara kepada pengadu, saksi, korban, dan pelaku; reviu catatan; pengumpulan bukti forensik; pengintaian dan pemantauan; serta penggunaan teknologi komputer.



Reviu terhadap informasi yang telah diperoleh harus dilakukan terlebih dahulu sebelum merencanakan wawancara. Auditor harus mengidentifikasikan dirinya dan semua yang hadir, dan menetapkan tujuan wawancara. Data personal harus diperoleh dari saksi. Ketika melakukan wawancara, perhatian khusus harus diberikan untuk memperoleh hasil yang optimum dari terwawancara dan hal-hal yang diketahuinya berkaitan dengan kejadian dan tindakan atau pernyataan dari orang lain yang berkaitan dengan peristiwa tersebut. Terwawancara harus diminta untuk memberikan atau mengidentifikasikan lokasi dokumen-dokumen yang relevan. Semua hasil wawancara harus dimasukkan dalam laporan. Beberapa catatan sementara wawancara yang disiapkan untuk penyelidikan kriminal harus disimpan setidaknya sampai penyerahan berkas kasus.



Dua orang auditor investigatif harus hadir ketika melakukan wawancara dalam kondisi yang secara potensial berbahaya atau rawan kompromi. Permintaan untuk merahasiakan saksi harus dipertimbangkan dan didokumentasikan.



Informasi dan bukti yang diperoleh selama audit investigatif harus diverifikasi ke berbagai macam sumber sepanjang diperlukan dan masuk akal untuk menentukan validitas informasi tersebut.

Auditor dapat menggunakan tenaga ahli apabila pengetahuan dan pengalamannya tidak memadai untuk mendapatkan bukti yang cukup, kompeten dan relevan. Untuk memahami apakah hasil kerja tenaga ahli dapat mendukung kesimpulan auditnya, auditor harus mempelajari metode atau asumsi yang digunakan oleh tenaga ahli tersebut.


Pengujian Bukti


Auditor investigatif harus menguji bukti audit yang dikumpulkan. Pengujian bukti dimaksudkan untuk menilai kesahihan bukti yang dikumpulkan selama pekerjaan audit. Auditor investigatif menguji bukti yang telah dikumpulkan untuk menilai kesesuaian bukti dengan hipotesis.

Bukti diuji dengan memperhatikan urutan proses kejadian (sequences) dan kerangka waktu kejadian (time frame) yang dijabarkan dalam bentuk bagan arus kejadian (flow chart) atau narasi. Teknik-teknik yang dapat digunakan untuk menguji bukti antara lain inspeksi, observasi, wawancara, konfirmasi, analisis, pembandingan, rekonsiliasi dan penelusuran kembali.

STANDAR PELAKSANAAN AUDIT INVESTIGATIF

Bagian I

Standar pelaksanaan pekerjaan audit investigatif mendeskripsikan sifat kegiatan audit investigatif dan menyediakan kerangka kerja untuk melaksanakan dan mengelola pekerjaan audit investigatif yang dilakukan oleh auditor investigatif.
Standar pelaksanaan audit investigatif mengatur tentang:

1. Perencanaan
  1. Penetapan sasaran, ruang lingkup, dan alokasi sumber daya
  2. Pertimbangan dalam perencanaan
2. Supervisi

3. Pengumpulan dan Pengujian Bukti
  1. Pengumpulan bukti
  2. Pengujian bukti
4. Dokumentasi


PERENCANAAN

Dalam setiap penugasan audit investigatif, auditor investigatif harus menyusun rencana audit. Rencana audit tersebut harus dievaluasi, dan bila perlu, disempurnakan selama proses audit investigatif berlangsung sesuai dengan perkembangan hasil audit investigatif di lapangan.
Perencanaan audit investigatif dibuat dengan tujuan untuk meminimalkan tingkat risiko kegagalan dalam melakukan audit investigatif serta memberikan arah agar pelaksanaan audit investigatif efisien dan efektif.

Rencana audit investigatif dibuat untuk setiap penugasan audit investigatif berdasarkan informasi yang diterima. Sumber informasi dapat berasal dari pengaduan masyarakat, pengembangan hasil audit kinerja maupun audit lainnya, permintaan instansi aparat penegak hukum serta permintaan instansi lainnya.

Setelah diterima, tiap informasi harus dianalisis dan dievaluasi tentang dugaan adanya kasus penyimpangan dengan pendekatan Apa, Siapa, Dimana, Kapan, Mengapa, dan Bagaimana atau yang lebih populer disebut pendekatan:

5W + 1H (What, Who, Where, When, Why, dan How).

Tujuan analisis dan evaluasi ini adalah untuk menentukan tiga keputusan yaitu: melakukan audit investigatif, meneruskan ke pejabat yang berwenang, atau tidak perlu menindaklanjuti.
Jika keputusannya adalah untuk melakukan audit investigatif, APIP harus menentukan rencana tindakan yang berupa langkah-langkah berikut:
  1. menentukan sifat utama pelanggaran;
  2. menentukan fokus perencanaan dan sasaran audit investigatif;
  3. mengidentfikasi kemungkinan pelanggaran hukum, peraturan, atau perundang-undangan, dan memahami unsur-unsur yang terkait dengan pembuktian atau standar;
  4. mengidentifikasi dan menentukan prioritas tahap-tahap audit investigatif yang diperlukan untuk mencapai sasaran audit investigatif;
  5. menentukan sumber daya yang diperlukan untuk memenuhi persyaratan audit investigatif;
  6. melakukan koordinasi dengan instansi yang berwenang, termasuk instansi penyidik, apabila perlu.
Selain itu, analisis dan evaluasi informasi akan menghasilkan hipotesis, yaitu anggapan atas tindakan dan aktivitas tertentu yang mungkin telah terjadi, dimana data atau informasi yang tersedia sangat terbatas. Hipotesis tersebut dijadikan dasar penyusunan program audit.

Rencana audit yang telah ditetapkan tidaklah bersifat final. Perkembangan hasil audit investigatif mungkin mengharuskan auditor investigatif untuk memperluas audit sehingga rencana yang telah disusun sebelumnya harus dimutakhirkan. Hal-hal yang dapat menjadi pertimbangan perlunya pemutakhiran rencana audit antara lain:
  1. bukti yang diperoleh tidak mengarah pada sasaran audit yang semula ditetapkan;
  2. pihak-pihak yang semula direncanakan untuk memberikan bukti tidak kooperatif;
  3. waktu yang semula direncanakan untuk melaksanakan suatu prosedur ternyata tidak mencukupi.
Penetapan Sasaran, Ruang Lingkup dan
Alokasi Sumber Daya
dalam Audit Investigasi


Dalam membuat rencana audit, auditor harus menetapkan sasaran, ruang lingkup, dan alokasi sumber daya.

Sasaran
Sasaran audit investigatif adalah terungkapnya kasus penyimpangan yang berindikasi dapat menimbulkan terjadinya kerugian keuangan negara/daerah.

Ruang Lingkup
Ruang lingkup audit investigatif meliputi pengungkapan fakta dan proses kejadian, sebab dan dampak penyimpangan, dan penentuan pihak-pihak yang diduga terlibat dan atau bertanggung jawab atas penyimpangan.

Alokasi Sumber Daya

Tujuan penetapan alokasi sumber daya pendukung audit investigatif adalah agar kualitas audit investigatif dapat dicapai secara optimal.
Kebutuhan sumber daya yang harus ditentukan antara lain terkait dengan personil, pendanaan, dan sarana atau prasarana lainnya.
Alokasi personil dalam audit investigatif harus mendapatkan perhatian secara khusus karena tim audit investigatif secara kolektif merupakan gabungan dari berbagai disiplin, keahlian, dan pengetahuan profesional seorang auditor, akuntan, ahli hukum, investigator, pewawancara (interviewer), pengumpul informasi (information collector), ahli teknologi, dan riset.

Pertimbangan dalam Perencanaan

Dalam penyusunan rencana audit investigatif, auditor investigatif harus mempertimbangkan berbagai hal.
Berbagai hal yang harus dipertimbangkan dalam penyusunan rencana audit investigatif antara lain:
  1. sasaran, ruang lingkup dan alokasi sumber daya;
  2. pemahaman mengenai akuntabilitas berjenjang;
  3. aspek-aspek kegiatan operasi auditi dan aspek pengendalian intern.
  4. jadwal kerja dan batasan waktu;
  5. hasil audit periode atau periode-periode sebelumnya dengan mempertimbangkan tindak lanjut terhadap rekomendasi atas temuan sebelumnya;
  6. teknik-teknik pengumpulan bukti audit yang tepat;
  7. mekanisme koordinasi antara auditor, auditi, dan pihak terkait lainnya.

INDEPENDENSI DAN OBYEKTIFITAS APIP


Dalam semua hal yang berkaitan dengan audit, APIP harus independen dan para auditornya harus obyektif dalam pelaksanaan tugasnya.
Independensi APIP serta obyektifitas auditor diperlukan agar kredibilitas hasil pekerjaan APIP meningkat.
Penilaian independensi dan obyektifitas mencakup dua komponen berikut:
  1. Status APIP dalam organisasi
  2. Kebijakan untuk menjaga obyektifitas auditor terhadap obyek audit


Independensi APIP



Pimpinan APIP bertanggung jawab kepada pimpinan tertinggi organisasi agar tanggung jawab pelaksanaan audit dapat terpenuhi.

Posisi APIP ditempatkan secara tepat sehingga bebas dari intervensi, dan memperoleh dukungan yang memadai dari pimpinan tertinggi organisasi sehingga dapat bekerja sama dengan auditi dan melaksanakan pekerjaan dengan leluasa. Meskipun demikian, APIP harus membina hubungan kerja yang baik dengan auditi terutama dalam saling memahami diantara peranan masing-masing lembaga.


Obyektifitas Auditor


Auditor harus memiliki sikap yang netral dan tidak bias serta menghindari konflik kepentingan dalam merencanakan, melaksanakan dan melaporkan pekerjaan yang dilakukannya.
Auditor harus obyektif dalam melaksanakan audit. Prinsip obyektifitas mensyaratkan agar auditor melaksanakan audit dengan jujur dan tidak mengkompromikan kualitas. Pimpinan APIP tidak diperkenankan menempatkan auditor dalam situasi yang membuat auditor tidak mampu mengambil keputusan berdasarkan pertimbangan profesionalnya.


Gangguan Terhadap Independensi dan Obyektifitas



Jika independensi atau obyektifitas terganggu, baik secara faktual maupun penampilan, maka gangguan tersebut harus dilaporkan kepada pimpinan APIP.

Auditor harus melaporkan kepada pimpinan APIP mengenai situasi adanya dan atau interpretasi adanya konflik kepentingan, ketidakindependenan atau bias. Pimpinan APIP harus menggantikan auditor yang menyampaikan situasinya dengan auditor lainnya yang bebas dari situasi tersebut.
Auditor yang mempunyai hubungan yang dekat dengan auditi seperti hubungan sosial, kekeluargaan atau hubungan lainnya yang dapat mengurangi obyektifitasnya, harus tidak ditugaskan untuk melakukan audit terhadap entitas tersebut.

Dalam hal auditor bertugas menetap untuk beberapa lama di kantor auditi guna membantu mereviu kegiatan, program atau aktivitas auditi, maka auditor tidak boleh terlibat dalam pengambilan keputusan atau menyetujui hal-hal yang merupakan tanggung jawab auditi.

Kode Etik Aparat Pengawasan Intern Pemerintah

Kode Etik APIP ini terdiri dari 2 (dua) komponen:
  1. Prinsip-prinsip perilaku auditor.
  2. Aturan perilaku yang menjelaskan lebih lanjut prinsip-prinsip perilaku auditor.

PRINSIP-PRINSIP PERILAKU

Auditor wajib mematuhi prinsip-prinsip perilaku berikut ini:

1. Integritas

Auditor harus memiliki kepribadian yang dilandasi oleh unsur jujur, berani, bijaksana, dan bertanggung jawab untuk membangun kepercayaan guna memberikan dasar bagi pengambilan keputusan yang andal.

2. Obyektivitas

Auditor harus menjunjung tinggi ketidakberpihakan profesional dalam mengumpulkan, mengevaluasi, dan memproses data/informasi auditi. Auditor APIP membuat penilaian seimbang atas semua situasi yang relevan dan tidak dipengaruhi oleh kepentingan sendiri atau orang lain dalam mengambil keputusan.

3. Kerahasiaan

Auditor harus menghargai nilai dan kepemilikan informasi yang diterimanya dan tidak mengungkapkan informasi tersebut tanpa otorisasi yang memadai, kecuali diharuskan oleh peraturan perundang-undangan.

4. Kompetensi

Auditor harus memiliki pengetahuan, keahlian, pengalaman dan keterampilan yang diperlukan untuk melaksanakan tugas.


ATURAN PERILAKU

Auditor wajib mematuhi aturan perilaku berikut ini:

1. Integritas

  1. melaksanakan tugasnya secara jujur, teliti, bertanggung jawab dan bersungguh-sungguh;
  2. menunjukkan kesetiaan dalam segala hal yang berkaitan dengan profesi dan organisasi dalam melaksanakan tugas;
  3. mengikuti perkembangan peraturan perundang-undangan dan mengungkapkan segala hal yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan dan profesi yang berlaku;
  4. menjaga citra dan mendukung visi dan misi organisasi;
  5. tidak menjadi bagian kegiatan ilegal, atau mengikatkan diri pada tindakan-tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi APIP atau organisasi;
  6. menggalang kerja sama yang sehat diantara sesama auditor dalam pelaksanaan audit;
  7. saling mengingatkan, membimbing dan mengoreksi perilaku sesama auditor.
2. Obyektivitas
  1. mengungkapkan semua fakta material yang diketahuinya yang apabila tidak diungkapkan mungkin dapat mengubah pelaporan kegiatan-kegiatan yang diaudit;
  2. tidak berpartisipasi dalam kegiatan atau hubungan-hubungan yang mungkin mengganggu atau dianggap mengganggu penilaian yang tidak memihak atau yang mungkin menyebabkan terjadinya benturan kepentingan;
  3. menolak suatu pemberian dari auditi yang terkait dengan keputusan maupun pertimbangan profesionalnya.
3. Kerahasiaan
  1. secara hati-hati menggunakan dan menjaga segala informasi yang diperoleh dalam audit;
  2. tidak akan menggunakan informasi yang diperoleh untuk kepentingan pribadi/golongan di luar kepentingan organisasi atau dengan cara yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
4. Kompetensi
  1. melaksanakan tugas pengawasan sesuai dengan Standar Audit;
  2. terus menerus meningkatkan kemahiran profesi, keefektifan dan kualitas hasil pekerjaan;
  3. menolak untuk melaksanakan tugas apabila tidak sesuai dengan pengetahuan, keahlian, dan keterampilan yang dimiliki.