Selamat Datang

Layanan Pengaduan Masyarakat
Inspektorat Kota Makassar
=========================
Kotak Pos : 2222
Telepon : 0411-5067887
S M S : 081 241 289 222
e-mail : inspek.mks@gmail.com, itkomakassar@yahoo.com

Rabu, 24 September 2008

Selamat Idul Fitri 1429 H



Inspektur Kota Makassar
Beserta
Seluruh Staf Inspektorat
Kota Makassar


Mengucapkan


Selamat Hari Raya Idul Fitri
01 Syawal 1429 H
Mohon Maaf Lahir dan Bathin


Semoga Allah SWT
Senantiasa Melimpahkan
Rahmat, Taufiq dan Maghfirah-Nya
kepada Kita Semua

~~ A M I N ~ ~


Rabu, 30 Juli 2008

Wajah Kota 400 Tahun Makassar




Judul : Wajah Kota: 400 Tahun Makassar

Karya: Ilham Halimsyah dan Harianto Sirajuddin

Diterbitkan oleh : Bagian Humas Pemerintah Kota Makassar

Tahun Terbit : Juni 2007, Cetakan I

Tebal Halaman : 32 halaman, 65 foto, Full Color

Sejak tahun 1950 hingga sekarang, wajah kota Makassar terus berubah. Perubahan ini lantas menjadi inspirasi lahirnya buku ini. Berawal dari keinginan menggambarkan wajah kota Makassar dulu dengan wajahnya sekarang. Buku ini disusun dengan mengamati foto beberapa tempat bersejarah yang sudah ada sejak dulu.


Berdasarkan riset foto koleksi Museum Kota Makassar dan sumber lainnya. Foto tersebut kemudian dipotret ulang untuk memberi gambaran kondisinya sekarang. Sebagai pelengkap, ditampilkan beberapa fasilitas kota yang baru dan yang saat ini masih dalam proses pembangunan.


Wajah Kota adalah potret Makassar diusianya yang ke-400 tahun, buku setebal 32 halaman ini menampilkan 65 foto karya dua fotografer muda Makassar dan diterbitkan oleh Bagian Humas Pemerintah Kota Makassar tahun 2007.

Kamis, 24 Juli 2008

Layanan Pengaduan Masyarakat

Inspektorat Kota Makassar
membuka
Layanan Pengaduan Masyarakat
==================================================
Terhitung mulai tanggal 24 Juli 2008
masyarakat Kota Makassar dapat mengadukan/melaporkan
setiap masalah yang menyangkut
>> Pelayanan Publik <<
>> Disiplin Pegawai <<
dan
Masalah lain yang berhubungan dengan
Pemerintah Kota Makassar
==================================================
Kotak Pos = 2222
Telepon = 0411 - 5067887
S M S = 081 241 289 222
==================================================
http://www.itkomakassar.blogspot.com

Selasa, 22 Juli 2008

Peraturan Pemerintah No.30 Tahun 1980

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
Nomor 30 TAHUN 1980

Tentang
PERATURAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
  1. bahwa untuk menjamin terpeliharanya tata tertib dan kelancaran pelaksanaan tugas, dipandang perlu menetapkan peraturan disiplin Pegawai Negeri Sipil;
  2. bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1952 tentang Hukuman Jabatan dipandang tidak sesuai lagi, oleh sebab itu perlu ditinjau kembali dan disempurnakan;
Mengingat :
  1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;
  2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor II / MPR / 1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetia Pancakarsa);
  3. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041);
  4. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1974 tentang Pembatasan Kegiatan Pegawai Negeri dalam Usaha Swasta (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3021);
MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERATURAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :

  1. Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil adalah peraturan yang mengatur kewajiban, larangan, dan sanksi apabila kewajiban tidak ditaati atau larangan dilanggar oleh Pegawai Negeri Sipil ;
  2. Pelanggaran disiplin adalah setiap ucapan, tulisan, atau perbuatan Pegawai Negeri Sipil yang melanggar ketentuan Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil, baik yang dilakukan di dalam maupun di luar jam kerja;
  3. Hukuman disiplin adalah hukuman yang dijatuhkan kepada Pegawai Negeri Sipil karena melanggar Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil;
  4. Pejabat yang berwenang menghukum adalah pejabat yang diberi wewenang menjatuhkan hukuman disiplin Pegawai Negeri Sipil;
  5. Atasan pejabat yang berwenang menghukum adalah atasan langsung dari pejabat yang berwenang menghukum;
  6. Perintah kedinasan adalah perintah yang diberikan oleh atasan yang berwenang mengenai atau yang ada hubungannya dengan kedinasan;
  7. Peraturan kedinasan adalah peraturan yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang mengenai kedinasan atau yang ada hubungannya dengan kedinasan.

BAB II
KEWAJIBAN DAN LARANGAN

Pasal 2

Setiap Pegawai Negeri Sipil wajib :
a. Setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara, dan Pemerintah;
b. Mengutamakan kepentingan Negara di atas kepentingan golongan atau diri sendiri, serta menghindarkan segala sesuatu yang dapat mendesak kepentingan Negara oleh kepentingan golongan, diri sendiri, atau pihak lain;
c. Menjunjung tinggi kehormatan dan martabat Negara, Pemerintah, dan Pegawai Negeri Sipil;
d. Mengangkat dan mentaati sumpah/janji Pegawai Negeri Sipil dan sumpah/janji jabatan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
e. Menyimpan rahasia Negara dan atau rahasia jabatan dengan sebaik-baiknya;
f. Memperhatikan dan melaksanakan segala ketentuan Pemerintah baik langsung menyangkut tugas kedinasannya maupun yang berlaku secara umum;
g. Melaksanakan tugas kedinasan dengan sebaik-baiknya dan dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab;
h. Bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan Negara;
i. Memelihara dan meningkatkan keutuhan, kekompakan, persatuan, dan kesatuan Korps Pegawai Negeri Sipil;
j. Segera melaporkan kepada atasannya, apabila mengetahui ada hal yang dapat membahayakan atau merugikan Negara/Pemerintah, terutama di bidang keamanan, keuangan, dan material;
k. Mentaati ketentuan jam kerja;
l. Menciptakan dan memelihara suasana kerja yang baik;
m. Menggunakan dan memelihara barang-barang milik Negara dengan sebaik-baiknya;
n. Memberikan pelayanan dengan sebaik-baiknya kepada masyarakat menurut bidang tugasnya masing-masing;
o. Bertindak dan bersikap tegas, tetapi adil dan bijaksana terhadap bawahannya;
p. Membimbing bawahannya dalam melaksanakan tugasnya;
q. Menjadi dan memberikan contoh serta teladan yang baik terhadap bawahannya;
r. Mendorong bawahannya untuk meningkatkan prestasi kerjanya;
s. Memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengembangkan kariernya;
t. Mentaati ketentuan peraturan perundang-undangan tentang perpajakan;
u. Berpakaian rapi dan sopan serta bersikap dan bertingkah laku sopan santun terhadap masyarakat, sesama Pegawai Negeri Sipil, dan terhadap atasan;
v. Hormat menghormati antara sesama warga negara yang memeluk agama/ kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yang berlainan;
w. Menjadi teladan sebagai warga negara yang baik dalam masyarakat;
x. Mentaati segala peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan yang berlaku;
y. Mentaati perintah kedinasan dari atasan yang berwenang;
z. Memperhatikan dan menyelesaikan dengan sebaik-baiknya setiap laporan yang diterima mengenai pelanggaran disiplin.
Pasal 3

(1) Setiap Pegawai Negeri Sipil dilarang:
[a]. Melakukan hal-hal yang dapat menurunkan kehormatan atau martabat Negara, Pemerintah, atau Pegawai Negeri Sipil;
[b]. Menyalahgunakan wewenangnya;
[c]. Tanpa izin Pemerintah menjadi Pegawai atau bekerja untuk negara asing;
[d]. Menyalahgunakan barang-barang, uang, atau surat-surat berharga milik Negara,
[e]. Memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan, atau meminjamkan barang-barang, dokumen, atau surat-surat berharga milik Negara secara tidak sah;
[f]. Melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat, bawahan, atau orang lain di dalam maupun di luar lingkungan kerjanya dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain, yang secara langsung atau tidak langsung merugikan Negara;
[g]. Melakukan tindakan yang bersifat negatif dengan maksud membalas dendam terhadap bawahannya atau orang lain di dalam maupun diluar lingkungan kerjanya;
[h]. Menerima hadiah atau sesuatu pemberian berupa apa saja dari siapapun juga yang diketahui atau patut dapat di duga bahwa pemberian itu bersangkutan atau mungkin bersangkutan dengan jabatan atau pekerjaan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan;
[i]. Memasuki tempat-tempat yang dapat mencemarkan kehormatan atau martabat Pegawai Negeri Sipil, kecuali untuk kepentingan jabatan;
[j]. Bertindak sewenang-wenang terhadap bawahannya;
[k]. Melakukan suatu tindakan atau sengaja tidak melakukan suatu tindakan yang dapat berakibat menghalangi atau mempersulit salah satu pihak yang dilayaninya sehingga mengakibatkan kerugian bagi pihak yang dilayani;
[l]. Menghalangi berjalannya tugas kedinasan;
[m]. Membocorkan dan atau memanfaatkan rahasia Negara yang diketahui karena kedudukan jabatan untuk kepentingan pribadi, golongan, atau pihak lain;
[n]. Bertindak selaku perantara bagi sesuatu pengusaha atau golongan untuk mendapatkan pekerjaan atau pesanan dari kantor/instansi Pemerintah;
[o]. Memiliki saham/modal dalam perusahaan yang kegiatan usahanya berada dalam ruang lingkup kekuasaannya;
[p]. Memiliki saham suatu perusahaan yang kegiatannya tidak berada dalam ruang lingkup kekuasaannya yang jumlah dan sifat pemilikan itu sedemikian rupa sehingga melalui pemilikan saham tersebut dapat langsung atau tidak langsung menentukan penyelenggaraan atau jalannya perusahaan;
[q]. Melakukan kegiatan usaha dagang baik secara resmi, maupun sambilan, menjadi direksi, pimpinan atau komisaris perusahaan swasta bagi yang berpangkat Pembina golongan ruang IV/a ke atas atau yang memangku jabatan eselon I.
[r]. Melakukan pungutan tidak sah dalam bentuk apapun juga dalam melaksanakan tugasnya untuk kepentingan pribadi, golongan, atau pihak lain.

(2) Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat Penata Tingkat I golongan ruang III/d ke bawah yang akan melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf q, wajib mendapat izin tertulis dari pejabat yang berwenang.

BAB III
HUKUMAN DISIPLIN
Bagian Pertama Pelanggaran Disiplin

Pasal 4
Setiap ucapan, tulisan, atau perbuatan Pegawai Negeri Sipil yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3, adalah pelanggaran disiplin.

Pasal 5

Dengan tidak mengurangi ketentuan dalam peraturan perundang-undangan pidana, Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran disiplin dijatuhi hukuman disiplin oleh pejabat yang berwenang menghukum.

Bagian Kedua
Tingkat dan Jenis Hukuman Disiplin
Pasal 6

(1) Tingkat Hukuman disiplin terdiri dari :
a. Hukuman disiplin ringan;
b. Hukuman disiplin sedang; dan
c. Hukuman disiplin berat.
(2) Jenis hukuman disiplin ringan terdiri dari :
a. Teguran lisan;
b. Teguran tertulis; dan
c. Pernyataan tidak puas secara tertulis.
(3) Jenis hukuman disiplin sedang terdiri dari :
a. Penundaan kenaikan gaji berkala untuk paling lama 1 (satu) tahun;
b. Penurunan gaji sebesar satu kali kenaikan gaji berkala untuk paling lama 1 (satu) tahun; dan
c. Penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama 1 (satu) tahun.
(4) Jenis hukuman disiplin berat terdiri dari :
a. Penurunan pangkat pada pangkat yang setingkat lebih rendah untuk paling lama 1 (satu) tahun;
b. Pembebasan dari jabatan;
c. Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai pegawai Negeri Sipil; dan
d. Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil.

Bagian Ketiga
Pejabat yang Berwenang Menghukum
Pasal 7

(1) Pejabat yang berwenang menghukum adalah :
a. Presiden bagi Pegawai Negeri Sipil yang :
1. Berpangkat Pembina Tingkat I golongan ruang IV/b keatas, sepanjang mengenai jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) huruf c dan huruf d;
2. Memangku jabatan struktural eselon I atau jabatan lain yang wewenang pengangkatan dan pemberhentiannya berada di tangan Presiden, sepanjang mengenai jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) huruf b;
b. Menteri dan Jaksa Agung bagi Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungannya masing-masing, kecuali jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam :
1. Pasal 6 ayat (4) huruf c dan huruf d bagi Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat Pembina Tingkat I golongan ruang IV/b ke atas;
2. Pasal 6 ayat (4) huruf b bagi Pegawai Negeri Sipil yang memangku jabatan struktural eselon I atau jabatan lain yang wewenang pengangkatan dan pemberhentiannya berada di tangan Presiden;
c. Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara dan Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen bagi Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungannya masing-masing, kecuali jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam:
1. Pasal 6 ayat (4) huruf d;
2. Pasal 6 ayat (4) huruf c bagi Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat Pembina Tingkat I golongan ruang IV/b ke atas;
3. Pasal 6 ayat (4) huruf b bagi Pegawai Negeri Sipil yang memangku jabatan struktural eselon I atau jabatan lain yang wewenang pengangkatan dan pemberhentiannya berada di tangan Presiden;
d. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I bagi Pegawai Negeri Sipil Pusat yang diperbantukan pada Daerah Otonom dan bagi Pegawai Negeri Sipil Daerah dalam lingkungannya masing-masing, kecuali jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam:
1. Pasal 6 ayat (4) huruf c dan huruf d bagi Pegawai Negeri Sipil Pusat yang diperbantukan pada Daerah Otonom;
2. Pasal 6 ayat (4) huruf d bagi Pegawai Negeri Sipil Daerah;.
3. Pasal 6 ayat (4) huruf c bagi Pegawai Negeri Sipil Daerah yang berpangkat Pembina Tingkat I golongan ruang IV/b ke atas;
e. Kepala Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri bagi Pegawai Negeri Sipil yang dipekerjakan pada Perwakilan Republik Indonesia di luar Negeri, dipekerjakan/diperbantukan pada negara sahabat atau sedang menjalankan tugas belajar di luar negeri, sepanjang mengenai jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dan ayat (4) huruf b.
(2) Jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) huruf d bagi Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat Pembina golongan ruang IV/a ke bawah dalam lingkungan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara dan Lembaga Pemerintah Non Departemen hanya dapat dijatuhkan oleh Menteri/Sekretaris Negara.
(3) Jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) huruf d bagi Pegawai Negeri Sipil Daerah yang berpangkat Pembina golongan ruang IV/a ke bawah dalam lingkungan Daerah Otonom, hanya dapat dijatuhkan oleh Menteri Dalam Negeri atas usul Gubernur Kepala Daerah yang bersangkutan.
Pasal 8

Pejabat yang berwenang menghukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b huruf c, dan huruf d dapat mendelegasikan sebagian wewenangnya kepada pejabat lain dalam lingkungan kekuasaannya untuk menjatuhkan hukuman disiplin dalam lingkungannya masing-masing, kecuali jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) huruf c dan huruf d, dengan ketentuan sebagai berikut:

[a]. Untuk menjatuhkan jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf a dapat didelegasikan kepada pejabat yang memangku jabatan struktural serendah-rendahnya eselon V atau jabatan lain yang setingkat dengan itu;
[b]. Untuk menjatuhkan jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), dapat didelegasikan kepada pejabat yang memangku jabatan struktural serendah-rendahnya eselon IV atau pejabat lain yang setingkat dengan itu;
[c]. Untuk menjatuhkan jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dan ayat (3) huruf a dapat didelegasikan kepada pejabat yang memangku jabatan struktural serendah-rendahnya eselon III atau jabatan lain yang setingkat dengan itu;
[d]. Untuk menjatuhkan jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dan ayat (3) dapat didelegasikan kepada pejabat yang memangku jabatan struktural serendah-rendahnya eselon II atau jabatan lain yang setingkat dengan itu; e.untuk menjatuhkan jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) huruf a dan huruf b dapat didelegasikan kepada pejabat yang memangku jabatan struktural eselon I atau jabatan lain yang setingkat dengan itu.

Bagian Keempat
Tatacara Pemeriksaan, Penjatuhan, dan
Penyampaian Keputusan Hukuman Disiplin
Pasal 9

(1) Sebelum menjatuhkan hukuman disiplin, pejabat yang berwenang menghukum wajib memeriksa lebih dahulu Pegawai Negeri Sipil yang disangka melakukan pelanggaran disiplin itu.
(2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan :
[a]. Secara lisan, apabila atas pertimbangan pejabat yang berwenang menghukum, pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan akan dapat mengakibatkan ia dijatuhi salah satu jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2);
[b]. Secara tertulis, apabila atas pertimbangan pejabat yang berwenang menghukum, pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan akan dapat mengakibatkan ia dijatuhi salah satu jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) dan ayat (4).
(3) Pemeriksaan Pegawai Negeri Sipil yang disangka melakukan pelanggaran disiplin, dilakukan secara tertutup.

Pasal 10
Dalam melakukan pemeriksaan, pejabat yang berwenang menghukum dapat mendengar atau meminta keterangan dari orang lain apabila dipandangnya perlu.

Pasal 11
Pejabat yang berwenang menghukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, dapat memerintahkan pejabat bawahannya untuk memeriksa Pegawai Negeri Sipil yang disangka melakukan pelanggaran disiplin.

Pasal 12
(1) Berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, pejabat yang berwenang menghukum memutuskan jenis hukuman disiplin yang dijatuhkan dengan mempertimbangkan secara seksama pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.
(2) Dalam keputusan hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), antara lain harus disebutkan pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.

Pasal 13

(1) Kepada Pegawai Negeri Sipil yang berdasarkan hasil pemeriksaan ternyata melakukan beberapa pelanggaran disiplin, terhadapnya hanya dapat dijatuhi satu jenis hukuman disiplin.
(2) Kepada Pegawai Negeri Sipil yang pernah dijatuhi hukuman disiplin yang kemudian melakukan pelanggaran disiplin yang sifatnya sama, terhadapnya dijatuhi hukuman disiplin yang lebih berat dari hukuman disiplin terakhir yang pernah dijatuhkan kepadanya.
Pasal 14

(1) Jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf a, dinyatakan dan disampaikan secara lisan oleh pejabat yang berwenang menghukum kepada Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.
(2) Jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf b, dan huruf c, dinyatakan secara tertulis dan disampaikan oleh pejabat yang berwenang menghukum kepada Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.
(3) Semua jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) dan ayat (4), ditetapkan dengan surat keputusan dan disampaikan oleh pejabat yang berwenang menghukum kepada Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.
(4) Penyampaian hukuman disiplin dilakukan secara tertutup.


Bagian Kelima
Keberatan atas Hukuman Disiplin
Pasal 15

(1) Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi salah satu jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) tidak dapat mengajukan keberatan.
(2) Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi salah satu jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) dan ayat (4), dapat mengajukan keberatan kepada atasan pejabat yang berwenang menghukum dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari terhitung mulai tanggal ia menerima keputusan hukuman disiplin tersebut.

Pasal 16

(1) Keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) diajukan secara tertulis melalui saluran hirarki.
(2) Dalam surat keberatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), harus dimuat alasan-alasan dari keberatan itu.

Pasal 17

(1) Terhadap hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh Presiden tidak dapat diajukan keberatan.
(2) Terhadap hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh pejabat yang berwenang menghukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e, tidak dapat diajukan keberatan, kecuali jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) huruf c dan huruf d.

Pasal 18

Setiap pejabat yang menerima surat keberatan atas penjatuhan hukuman disiplin, wajib menyampaikannya kepada atasan pejabat yang berwenang menghukum melalui saluran hirarki dalam jangka waktu 3 (tiga) hari kerja terhitung mulai tanggal ia menerima surat keberatan itu.

Pasal 19

(1) Apabila ada keberatan dari Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin, maka pejabat yang berwenang menghukum yang bersangkutan wajib memberikan tanggapan atas keberatan yang diajukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.
(2) Tanggapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diberikan secara tertulis dan disampaikan kepada atasan pejabat yang berwenang menghukum yang bersangkutan dalam jangka waktu 3 (tiga) hari kerja terhitung mulai tanggal ia menerima suarat keberatan itu.

Pasal 20

(1) Atasan pejabat yang berwenang menghukum yang menerima surat keberatan tentang penjatuhan hukuman disiplin, wajib mengambil keputusan atas keberatan yang diajukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung mulai tanggal ia menerima surat keberatan itu.
(2) Apabila dipandang perlu, maka atasan pejabat yang berwenang menghukum dapat memanggil dan mendengar keterangan pejabat yang berwenang menghukum yang bersangkutan, Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin, dan atau orang lain yang dianggap perlu.

Pasal 21

(1) Atasan pejabat yang berwenang menghukum dapat memperkuat atau mengubah hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh pejabat yang berwenang menghukum.
(2) Penguatan atau perubahan hukuman disiplin sebagaimana dimaksud ayat (1) ditetapkan dengan surat keputusan atasan pejabat yang berwenang menghukum.
(3) Terhadap keputusan atasan pejabat yang berwenang menghukum sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), tidak dapat diajukan keberatan).

Bagian Keenam
Berlakunya Keputusan Hukuman Disiplin
Pasal 22

(1) Hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) yang dijatuhkan kepada seorang Pegawai Negeri Sipil berlaku sejak tanggal disampaikan oleh pejabat yang berwenang menghukum kepada yang bersangkutan.
(2) Hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) dan ayat (4) :
[a]. Apabila tidak ada keberatan, mulai berlaku pada hari kelima belas terhitung mulai tanggal Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan menerima keputusan hukuman disiplin itu, kecuali jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) huruf b,
[b]. Apabila ada keberatan, mulai berlaku sejak tanggal keputusan atas keberatan itu, kecuali jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) huruf b;
[c]. Jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) huruf b, mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan oleh pejabat yang berwenang menghukum.
(3) Apabila Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin tidak hadir pada waktu penyampaian keputusan hukuman disiplin, maka hukuman disiplin itu berlaku pada hari ketiga puluh terhitung mulai tanggal yang ditentukan untuk penyampaian keputusan hukuman disiplin tersebut.

BAB IV
BADAN PERTIMBANGAN KEPEGAWAIAN
Pasal 23

(1) Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat Pembina golongan ruang IV/a ke bawah yang dijatuhi salah satu jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) huruf c dan huruf d dapat mengajukan keberatan kepada Badan Pertimbangan Kepegawaian.
(2) Badan Pertimbangan Kepegawaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),dibentuk dengan Keputusan Presiden.

Pasal 24

(1) Badan Pertimbangan Kepegawaian wajib mengambil keputusan mengenai keberatan yang diajukan oleh Pegawai Negeri Sipil kepadanya.
(2) Keputusan yang diambil oleh Badan Pertimbangan Kepegawaian, adalah mengikat dan wajib dilaksanakan oleh semua pihak yang bersangkutan.

BAB V
KETENTUAN - KETENTUAN LAIN

Pasal 25

Apabila ada alasan-alasan yang kuat, pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d dapat meninjau kembali hukuman disiplin yang telah dijatuhkan oleh pejabat bawahannya yang berwenang menghukum dalam lingkungannya masing-masing.

Pasal 26

Pegawai Negeri Sipil yang meninggal dunia atau mencapai batas usia pensiun pada waktu sedang menjalani hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf a dan b, dan ayat (4) huruf a, dianggap telah selesai menjalani hukuman disiplin.

Pasal 27

(1) Ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah ini berlaku juga bagi :
[a]. Calon Pegawai Negeri Sipil;
[b]. Pegawai bulanan di samping pensiun.
(2) Calon Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin sedang atau berat, dinyatakan tidak memenuhi syarat untuk diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil.
(3) Hukuman disiplin yang dapat dijatuhkan kepada pegawai bulanan di samping pensiun, hanyalah jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam.Pasal 6 ayat (2) dan ayat (4) huruf b.

Pasal 28

Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Pemerintah ini diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.

Pasal 29

Ketentuan-ketentuan teknis tentang pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini ditetapkan oleh Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara.

BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 30

Hukuman jabatan yang telah dijatuhkan sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini dan sedang dijalani oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan tetap berlaku.

BAB VII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 31

Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1952 tentang Hukuman Jabatan (Lembaran Negara Tahun 1952 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Nomor 202) dan segala peraturan perundang-undangan lainnya yang bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini dinyatakan tidak berlaku lagi.

Pasal 32

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar supaya setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannnya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 30 Agustus 1980

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SOEHARTO

Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 30 Agustus 1980
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

SUDHARMONO, SH

Kamis, 17 Juli 2008

Peraturan Daerah Kota Makassar No.5 tahun 2005





PERATURAN DAERAH KOTA MAKASSAR
NOMOR 7 TAHUN 2005
TENTANG
PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA
INSPEKTORAT KOTA MAKASSAR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA MAKASSAR,

Menimbang:
a. bahwa dengan ditetapkannya Jabatan Fungsional pada Badan Pengawasan Kota Makassar dengan Keputusan Walikota Nomor 15 Tahun 2004, maka dipandang perlu untuk mengatur kembali susunan organisasi dan tata kerja Badan Pengawasan Kota Makassar;
b. sehubungan dengan hal tersebut pada huruf a di atas, perlu menetapkan Peraturan Daerah Kota Makassar tentang Pembentukan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat Kota Makassar.

Mengingat:
1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah-daerah Tingkat II di Sulawesi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1822);
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3041) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3890);
3. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);
4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437);
5. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1971 tentang Perubahan Batas-batas Daerah Kotamadya Makassar dan Kabupaten-kabupaten Gowa, Maros dan Pangkajene dan Kepulauan dalam Lingkungan Daerah Propinsi Sulawesi Selatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1971 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2970);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3547);

8. Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 1999 tentang Perubahan Nama Kota Ujung Pandang Menjadi Kota Makassar Dalam Wilayah Propinsi Sulawesi Selatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 193);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Struktural, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002;
10. Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 202, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4022);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4090);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4262);
13. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 tentang Tunjangan Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil;
14. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 1999 tentang Rumpun Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil;
15. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2001 tentang Tata Cara Pengawasan Peneyelenggaraan Pemerintahan Daerah;
16. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 130 – 67 Tahun 2002 tentang Pengakuan Kewenangan Kabupaten dan Kota, dan Daftar Kewenangan Kabupaten dan Kota Perbidang dari Departemen/LPND.
Memperhatikan : Surat Menteri Dalam Negeri Nomor 061/2745/SJ perihal Perubahan
Nomenklatur Badan Pengawasan.

Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA MAKASSAR
dan
WALIKOTA MAKASSAR
MEMUTUSKAN :

Menetapkan:
PERATURAN DAERAH TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA INSPEKTORAT KOTA MAKASSAR
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksudkan dengan :
(1) Kota adalah Kota Makassar.
(2) Walikota adalah Walikota Makassar.
(3) Sekretaris Daerah adalah Sekretaris Daerah Kota Makassar.
(4) Inspektorat adalah Inspektorat Kota Makassar.
(5) Kepala Inspektorat selanjutnya disebut Inspektur adalah Inspektur Kota Makassar.
(6) Bagian Tata Usaha adalah Bagian Tata Usaha pada Inspektorat Kota Makassar;
(7) Auditor adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan pengawasan pada instansi pemerintah;
(8) Auditor Ahli adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, wewenang dan hak melaksanakan pengawasan pada instansi pemerintah dengan strata pendidikan minimal strata 1/diploma IV;
(9) Auditor Trampil adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan pengawasan pada instansi pemerintah dengan strata pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas/Sarja Muda/Diploma III.

BAB II
PEMBENTUKAN
Pasal 2
Dengan Peraturan Daerah ini dibentuk Inspektorat.

BAB III
KEDUDUKAN, TUGAS POKOK DAN FUNGSI ORGANISASI
Bagian Pertama
Kedudukan
Pasal 3

(1) Inspektorat adalah Lembaga Teknis Daerah yang membantu Walikota dalam pelaksanaan pengawasan fungsional penyelenggaraan pemerintahan daerah Kota Makassar yang secara teknis operasional berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Walikoita, dan secara teknis administratif melalui Sekretaris Daerah;
(2) Inspektorat dipimpin oleh seorang kepala yang disebut Inspektur.

Bagian Kedua
Tugas Pokok
Pasal 4
(1) Inspektorat mempunyai tugas pokok melakukan kewenangan Walikota di bidang pengawasan fungsional penyelenggaraan pemerintahan daerah;
(2) Dalam melaksanakan kewenangan Walikota di bidang pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah Kota Makassar berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bagian Ketiga
Fungsi
Pasal 5
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Inspektorat menyelenggarakan fungsi :
a. penyusunan perencanaan dan program pengawasan fungsional;
b. penyusunan kebijakan teknis di bidang pengawasan fungsional;
c. pelaksanaan pengawasan penyelenggaraan pemerintah daerah;
d. pelaksanaan pemeriksaan fungsional berupa pengujian dan penilaian atas kinerja perangkat daerah serta pengelolaan Badan Usaha Milik Daerah lainnya;
e. pelaksanaan pemeriksaan pengaduan masyarakat dan pemeriksaan khusus;
f. pelaksanaan pengusutan dan penyidikan terhadap dugaan penyimpangan atau penyalahgunaan wewewnang berdasarkan temuan hasil pemeriksaan dan pengaduan masyarakat;
g. pelaksanaan tindakan awal sebagai pengamanan diri terhadap dugaan penyimpangan yang dapat merugikan daerah;
h. pelaksanaan pembinaan dan fasilitas pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah;
i. pelaksanaan kordinasi perencanaan, pelaksanaan, pelaporan dan tindak lanjut hasil pemeriksaan Aparat Pengawasan Fungsional Pemerintah (APFP);
j. pelaksanaan pelayanan informasi pengawasan kepada semua pihak;
k. melaksanakan pelayanan teknis administratif dan fungsional.

BAB IV
SUSUNAN ORGANISASI
Pasal 6
(1) Susunan Organisasi Inspektorat, terdiri dari :
a. Inspektur;
b. Bagian Tata Usaha, terdiri dari :
1. Subbagian Perencanaan/Program;
2. Subbagian Pelaporan dan Eavaluasi;
3. Subbagian Administrasi Umum.
c. Kelompok Janatan Fungsional Auditor, terdiri atas :
1. Kelompok Jabatan Fungsional Auditor Pengawasan Pemerintahan dan Pertanahan;
2. Kelompok Jabatan Fungsional Auditor Pengawasan Keuangan dan Pembangunan;
3. Kelompok Jabatan Fungsional Auditor Pengawasan Peralatan dan Kekayaan;
4. Kelompok Jabatan Fungsional Auditor Pengawasan Aparatur dan Kesatuan Bangsa.
(2) Bagan Susunan Organisasi Inspektorat sebagaimana tercantum pada Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

BAB V
TUGAS POKOK DAN FUNGSI JABATAN
Bagian Pertama
Inspektur
Pasal 7

(1) Inspektur mempunyai tugas pokok memimpin, melaksanakan, mengkoordinasikan dan memfasilitasi pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah.
(2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Inspketur menyelenggarakan fungsi :
a. penyusunan kebijaksanaan pengawasan peneyelenggaraan pemerintahan daerah;
b. pengkoordinasian perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan kegiatan pengawasan;
c. pengkoordinasian tindak lanjut pengawasan;
d. penyusunan kebijakan teknis pengawasan peneyelenggaran pemerintahan daerah;
e. pelaksanaan fasilitasi kerjasama kelembagaan;
f. pembinaan urusan kepegawaian, penyusunan program, pengeleolaan keuangan serta pelaksanaan administrasi umum dan urusan rumah tangga inspektorat;
g. pembinaan kelembagaan, jabatan fungsional auditor dan pengembangan sumber daya manusia.

Bagian Kedua
Bagian Tata Usaha
Pasal 8
(1) Bagian Tata Usaha mempunyai tugas pokok memberikan pelayanan teknis administrative dan fungsional kepada semua satuan organisasi dalam lingkup Inspektorat di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Inspektur.
(2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bagian Tata Usaha menyelenggarakan fungsi :
a. mengumpulkan bahan koordinasi penyusunan dan pengendalian program kerja pengawasan;
b. menghimpun, mengirim dan menyimpan laporan hasil pemeriksaan/pengawasan aparat fungsional pengawasan;
c. menyiapkan bahan dan data dalam rangka pembinaan teknis fungsional;
d. menyiapkan dan menginventarisir bahan dan data dalam rangka penatausahaan proses penanganan pengaduan;
e. melaksanakan urusan kepegawaian, keuangan, surat menyurat dan rumah tangga;
f. melaksanakan administrasi jabatan fungsional.

Bagian Ketiga
Kelompok Jabatan Fungsional
Pasal 9

(1) Kelompok Jabatan Fungsional Auditor sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 ayat (1) huruf c mempunyai tugas melaksanakan kegiatan teknis sesuai dengan bidang keahlian yang amsing-masing dipimpin oleh seorang Ketua Kelompok dengan tugas pokok melaksanakan, memimpin, mengarahkan, merencanakan dan mengkoordinasikan pelaksanaan audit/pemeriksaan serta melakukan pengkajian dan evaluasi hasil audit.
(2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Ketua Kelompok Jabatan Fungsional Auditor menyelenggarakan fungsi :
a. perumusan dan penyusunan daftar materi audit;
b. perumusan dan penyusunan program kerja audit;
c. perencanaan, pengkoordinasian, pelaksanaan, pengendalian dan pelaporan kegiatan audit;
d. pelaksanaan tugas lain yang diperintahkan Inspektur.

Pasal 10

Pejabat Fungsional Auditor adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan pengawasan pemeriksaan pada instansi pemerintah dan masyarakat umum.

Pasal 11

(1) Pengangkatan Pejabat Fungsional Auditor ditetapkan denga Keputusan Walikota sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
(2) Penempatan Pejabat Fungsional Auditor ke dalam Kelompok Jabatan Fungsional Auditor ditetapkan dengan Keputusan Inspektur.

Bagian Keempat
Sub Bagian
Pasal 12
Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas pokok dan fungsi Subbagian diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Walikota.

BAB VI
TATA KERJA
Pasal 13
(1) Bagian Tata Usaha dipimpin oleh seorang Kepala yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Inspektur.
(2) Subbagian dipimpin oleh seorang Kepala yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Bagian Tata Usaha.

Pasal 14

(1) Kelompok Jabatan Fungsional Auditor terdiri dari Ketua dan Anggota Kelompok.
(2) Kelompok Jabatan Fungsional Auditor bekerja dalam bentuk tim dengan susunan keanggotaan terdiri dari Pengendalli, Ketua dan Anggota.

Pasal 15
(1) Setiap pimpinan satuan organisasi dan Ketua Kelompok Jabatan Fungsional Auditor dalam melaksanakan tugas-tugasnya wajib menerapkan prinsip koordinasi, integrasi dan sinkronisasi baik dalam lingkungan masing-masing maupun antar satuan organisasi.
(2) Setiap pimpinan satuan organisasi dan Ketua Kelompok Jabatan Fungsional Auditor wajib mengikuti dan mematuhi standar audit, norma pengawasan, norma pemeriksaan, norma pelayanan serta petunjuk penilaian, pengujian dan pengusutan yang ditetapkan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Setiap pimpinan satuan organisasi dan Ketua Kelompok Jabatan Fungsional Auditor bertanggung jawab memimpin dan mengkoordinasikan bewahannya masing-masing dan memberikan bimbingan serta petunjuk-petunjuk dalam pelaksanaan tugas.
(4) Setiap laporan yang diterima oleh pimpinan satuan organisasi dan Ketua Kelompok Jabatan Fungsional Auditor dari bawahan diolah dan dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan kebijakan lebih lanjut.

Pasal 16

Dalam hal Inspektur berhalangan melaksanakan tugasnya, maka Inspektur dapat menunjuk Kepala Bagian Tata Usaha untuk mewakili.


BAB VII
PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN
DALAM JABATAN
Pasal 17

(1) Inspektur diangkat dan diberhentikan oleh Walikota dari Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi syarat berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Pejabat Fungsional Auditor, Kepala Bagian dan Kepala Subbagian diangkat dan diberhentikan oleh Walikota atas usul Inspektur yang memenuhi syarat sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
(3) Ketua dan Anggota Kelompok Jabatan Funsgional Auditor diangkat dan diberhentikan oleh Inspektur dari pejabat fungsional Auditor yang memenuhi persyaratan.

BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 18

Pemangku jabatan di lingkungan Badan Pengawasan tetap memangku jabatannya sampai dilakukannya pelantikan terhadap pejabat baru berdasarkan Peraturan Daerah ini.


BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 19

Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota.


Pasal 20

Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13, dan Pasal 14 Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 15 Tahun 2000 tentang Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Kota Makassar (Lembaran Daerah Kota Makassar Nomor 7 Tahun 2001 Seri D Nomor 7) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 21

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Makassar.

Ditetapkan di Makassar
pada tanggal 21 Juni 2005

WALIKOTA MAKASSAR,

Cap/ttd

H. ILHAM ARIEF SIRAJUDDIN
Diundangkan di Makassar
pada tanggal 22 Juni 2005

SEKRETARIS DAERAH KOTA MAKASSAR,

Cap/ttd

Drs. H. SUPOMO GUNTUR
Pangkat : Pembina Utama Madya
NIP : 010 103 877

LEMBARAN DAERAH KOTA MAKASSAR NOMOR 8 TAHUN 2005
SERI D NOMOR 4